Need more information? please type this bellow

Your Searching

20 December, 2012

Jatnika, Swordsman Bamboo Cimande


Jatnika, Swordsman Bamboo Cimande



Rose Kusuma ( Mawar Kusuma )
Grown up in the bamboo forest, living Jatnika Nanggamiharja (54) was separated from the plant. He has built more than 3,000 bamboo houses in and outside the country. He set aside his business profits to the greening of the river bank.

At 5,000 square meters of land owned by Yayasan Bambu Indonesia on Earth Cibinong Bambu Indah, Bogor, West Java, Jatnika trained experts manufacture bamboo house. They were equipped with martial arts skills Cimande martial arts. Martial arts typical of West Java this gives the power supplies so that they are able to build strong ties bamboo house and durable.

Jatnika has trained more than 20 armed bamboo experts, each of which consists of 25 people. They are trained to be able to bind stronger every ten kinds of bamboo with rope fibers. They could assemble betung bamboo, bamboo gombong, bamboo rope, until the black bamboo can reach 20 centimeters in diameter.

Bamboo home products for export. For quality, Jatnika only agreed two export demand bamboo house knock down assembly (disassembly) per year. The process of construction of bamboo houses abroad also only be done by experts who are educated Jatnika. Export demand bamboo houses, among others, came from Malaysia, Brunei, and Saudi Arabia.

Construction of each house of bamboo usually takes three months. Since 1985, Jatnika said, it has built more than 3,000 bamboo houses.
Jatnika peg the cost of construction of houses between Rp 1.2 million to Rp 2.5 million per square meter and the average one house of 50 square meters.

Jatnika simple life in his bamboo house that blends with the Bamboo Foundation of Indonesia. The advantages gained from the construction of bamboo is also used for the procurement of seeds, which is then planted as reforestation efforts. "I spread back to planting. Happiness does not always lie in the matter, "said Jatnika.

Greening mainly done around the river as a barrier cliff. Bamboo is planted already thickened on the banks of the River Ciliwung, Cisadane and Ciluwer. In his hometown, Jatnika planted more than 10 hectares of bamboo on the banks of the river Cimande. Bamboo plant is not just a river to prevent erosion, but also provide for the welfare of local people.
In addition to the house, also built schools Jatnika his bamboo. If built 10 mosques or prayer room of bamboo, Jatnika donate a prayer room for free. His dream is to see a bamboo house main characteristic when people enter the region of West Java.

Prabu Haur Kuning ( King Haur Kuning )
Jatnika believe, bamboo fatwa first raised by King Haur Kuning. Prabu Haur Kuning  is the son of the wife of King Siliwangi-11. Prabu Haur Kuning only has jurisdiction of 1,200 fathoms able to realize the welfare of planting bamboo.
Three bamboo fatwa that said, if Nusantara want peace, no infectious disease infestation, and not colonized, so that each family must have at least 1000 plant bamboo groves. Through the planting of bamboo, will create prosperity, health, and defense.

Jatnika deeply felt personal well-being because of the bamboo pieces. From planting bamboo betung 1000 was five years old, for example, he can harvest 20,000 bamboo rod. With a selling price of Rp 30,000 per stem, Jatnika was able to collect $ 600 million per harvest, once a year.

The sale value will be higher after being touched with expertise, such as made into fans, cage birds, and a variety of kitchen tools.
Each year, Jatnika said, at least five sticks of bamboo clump of bamboo must be cut so that growth is not hampered.

One bamboo clump consisting of 50 rods capable of storing 2,000 liters of water. No wonder the common people in rural areas to make a well near a bamboo grove.
Living in a bamboo house, according Jatnika also able to give comfort. Resonance long drone sounds of bamboo cavity able to cultivate tranquility for the residents.
"We are brothers with bamboo. Nggg sound ... The same can we hear when closing ears with her hands. That is why very comfortable sleeping in a bamboo house, "said Jatnika.

Starting as a weaver
Since in elementary school, Jatnika already weaving bamboo for sale. Her parents worked as bamboo craftsmen. Every night, when I was wearing a uniform high school, his friends Jatnika also taught how to weave bamboo and martial arts training Cimande.

Having completed his studies in 1981, his business development Jatnika bamboo house while working in a publishing company. Bamboo handicraft exports ranging fro to Taiwan in 1985, and since then he's focused efforts to cultivate bamboo. Bamboo handicraft business was then developed with five studio in Jakarta.

As for a show at Banteng Square bamboo house in 1995, Chairman of the National Crafts Council at the time, Mrs. Tri Sutrisno, establishing him Bamboo Foundation of Indonesia. Since then Jatnika expand export bamboo house. Bamboo Foundation of Indonesia is still actively educating experts makers bamboo house.

Jatnika admitted until now have developed 41 models of traditional bamboo houses typical of West Java. Working with PT Angkasa Pura II, he has patented rights to semi-permanent bamboo houses in 2006.

Indonesia is rich with 105 endemic species of native bamboo which 95 were found in West Java. However, Jatnika felt uneasy because bamboo is considered a wild plant, in the absence of a fixed investment.

Based Jatnika records, nearly 1,000 hectares of bamboo forests in Bogor felled in the past five years. In fact, he said, the life of the people of Indonesia can not be separated from the bamboo culture, ranging from the need of raw materials to the food home.
Jatnika Nanggamiharja

• Born: Cikidang, Sukabumi, October 2, 1956 • Wife: Marsidah (33) • Children: 1. Samsul Fajri 2. Sundari (deceased) 3. Ratu Pertiwi 4. Charisma Nusanagara 5. Salmah Maksum 6. Banjar Kaspaya •
Education: - SD IV in Cibadak, Sukabumi - SMP I Cibadak, Sukabumi - SMA 424 Cibadak, Sukabumi - Corporate Leadership Academy Lecture Jakarta • Experience Organization: - Chairman of the Society of Craftsmen Bamboo roe Kencana (1974-present) - business or Chairman Daily Indonesia Bamboo Foundation (1995-present) - Chairman of Trustees Gymnastics Pencak Silat Cimande Hijaiah (2010-present) • Awards (among others): Makers of traditional bamboo houses most of the Indonesian Institute of Architects (2009)

Jatnika, Pendekar Bambu Cimande


Jatnika, Pendekar Bambu Cimande
Selasa, 12 April 2011 | 04:13 WIB
http://stat.k.kidsklik.com/data/2k10/kompascom2011/images/icon_dibaca.gif
Dibaca: 2477
http://stat.k.kidsklik.com/data/2k10/kompascom2011/images/icon_komentar.gif

Mawar Kusuma
Tumbuh dan besar di hutan bambu, hidup Jatnika Nanggamiharja (54) tak terpisahkan dari tanaman itu. Ia telah membangun lebih dari 3.000 rumah bambu di dalam dan luar negeri. Ia sisihkan keuntungan bisnisnya untuk penghijauan tebing sungai.

Di lahan seluas 5.000 meter persegi milik Yayasan Bambu Indonesia di Bumi Cibinong Indah, Bogor, Jawa Barat, Jatnika melatih tenaga ahli pembuatan rumah bambu. Mereka dibekali kemampuan olahraga bela diri

pencak silat Cimande. Ilmu bela diri khas Jawa Barat ini memberi bekal kekuatan sehingga mereka mampu membangun rumah bambu yang ikatannya kuat dan tahan lama.
Jatnika telah melatih lebih dari 20 angkatan tenaga ahli bambu yang masing-masing terdiri atas 25 orang. Mereka dilatih untuk mampu mengikat kuat setiap bambu dengan sepuluh macam ikatan tali ijuk. Mereka sanggup merakit bambu betung, bambu gombong, bambu tali, hingga bambu hitam yang diameternya bisa mencapai 20 sentimeter.

Produk rumah bambu itu menjadi komoditas ekspor. Demi kualitas, Jatnika hanya menyanggupi dua permintaan ekspor rakitan rumah bambu knock down (bongkar pasang) per tahun. Proses pembangunan rumah bambu di luar negeri juga hanya dilakukan dengan tenaga ahli yang sudah dididik Jatnika. Permintaan ekspor rumah bambu, antara lain berasal dari Malaysia, Brunei, dan Arab Saudi.

Pembangunan tiap rumah bambu biasanya memakan waktu tiga bulan. Sejak tahun 1985, kata Jatnika, pihaknya telah membangun lebih dari 3.000 rumah bambu.
Jatnika mematok biaya pembangunan rumah antara Rp 1,2 juta hingga Rp 2,5 juta per meter persegi dan luas satu rumah rata-rata 50 meter persegi.

Jatnika hidup sederhana di rumah bambu miliknya yang menyatu dengan kawasan Yayasan Bambu Indonesia. Keuntungan yang diperolehnya dari pembangunan rumah bambu juga dimanfaatkan untuk pengadaan bibit, yang kemudian ditanam sebagai upaya penghijauan. ”Saya sebar kembali untuk penanaman. Kebahagiaan tidak selamanya terletak di materi,” kata Jatnika.

Penghijauan terutama dilakukan di sekitar sungai sebagai penahan tebing. Bambu yang ditanamnya sudah merimbun di bantaran Sungai Ciliwung, Cisadane, dan Ciluwer. Di kampung halamannya, Jatnika menanam lebih dari 10 hektar bambu di tepian sungai Cimande. Tanaman bambu tersebut tak sekadar mencegah erosi sungai, tapi juga memberi kesejahteraan bagi warga sekitar.
Selain rumah, Jatnika juga membangun pesantren miliknya dari bambu. Jika membangun 10 masjid atau mushala dari bambu, Jatnika menyumbangkan satu mushala secara gratis. Impiannya adalah menyaksikan rumah bambu menjadi ciri khas utama ketika orang memasuki wilayah Jawa Barat.

Prabu Haur Kuning
Jatnika meyakini, fatwa bambu yang dulu dilontarkan oleh Prabu Haur Kuning. Prabu Haur Kuning adalah putra Prabu Siliwangi dari istri ke-11. Prabu Haur Kuning yang hanya memiliki wilayah kekuasaan seluas 1.200 depa mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya dari penanaman bambu.
Tiga fatwa bambu itu menyebutkan, jika Nusantara ingin sejahtera, tidak dihinggapi penyakit menular, dan tidak dijajah, maka tiap keluarga minimal harus menanam 1.000 rumpun bambu. Melalui penanaman bambu, akan tercipta kesejahteraan, kesehatan, dan pertahanan negara.

Jatnika pribadi mengaku sangat merasakan buah kesejahteraan karena bambu. Dari penanaman 1.000 rumpun bambu betung berumur lima tahun, misalnya, dia bisa memanen 20.000 batang bambu. Dengan harga jual Rp 30.000 per batang, Jatnika sudah bisa memperoleh Rp 600 juta per panen, setahun sekali.

Nilai jual tersebut akan semakin tinggi setelah disentuh dengan keahlian, seperti dibuat menjadi kipas, sangkar burung, dan beragam alat dapur.
Tiap tahun, kata Jatnika, minimal lima batang dari serumpun bambu harus ditebang agar pertumbuhan bambu tak terhambat.

Satu rumpun bambu yang terdiri dari 50 batang mampu menyimpan 2.000 liter air. Tak heran jika orang di pedesaan biasa membuat sumur di dekat rumpun bambu.
Tinggal di rumah bambu, menurut Jatnika, juga mampu memberi kenyamanan. Resonansi dengung panjang berbunyi dari rongga bambu mampu menumbuhkan ketenangan bagi penghuninya.
”Kita ini bersaudara dengan bambu. Bunyi nggg... yang sama bisa kita dengar ketika menutup telinga dengan tangan. Itulah kenapa sangat nyaman tidur di rumah bambu,” ujar Jatnika.

Mulai sebagai penganyam
Sejak duduk di bangku SD, Jatnika sudah menganyam bambu untuk dijual. Orangtuanya berprofesi sebagai perajin bambu. Tiap malam, ketika masih memakai seragam SMP dan SMA, kepada teman-temannya Jatnika juga mengajar cara menganyam bambu serta melatih pencak silat Cimande.

Setelah kuliahnya selesai tahun 1981, Jatnika menekuni bisnis pembangunan rumah bambu sembari bekerja di perusahaan penerbitan. Ekspor kerajinan bambu mulai dijalaninya tahun 1985 ke Taiwan, dan sejak saat itu dia fokus menggeluti usaha bambu. Usaha kerajinan bambunya kala itu berkembang dengan lima sanggar di Jakarta.

Ketika ikut pameran rumah bambu di Lapangan Banteng tahun 1995, Ketua Dewan Kerajinan Nasional kala itu, Nyonya Tri Sutrisno, mengajaknya mendirikan Yayasan Bambu Indonesia. Sejak itulah Jatnika melebarkan sayap ekspor rumah bambunya. Yayasan Bambu Indonesia hingga kini masih aktif mendidik para ahli pembuat rumah bambu.

Jatnika mengaku hingga kini sudah mengembangkan 41 model rumah tradisional bambu khas Jawa Barat. Bekerja sama dengan PT Angkasa Pura II, dia telah mematenkan hak cipta untuk rumah bambu semi permanen pada 2006.

Indonesia kaya dengan 105 spesies endemik asli bambu yang 95 di antaranya ditemukan di Jawa Barat. Namun, Jatnika merasa resah karena bambu masih dianggap tanaman liar, tanpa adanya penanaman yang terprogram.

Berdasar catatan Jatnika, hampir 1.000 hektar hutan bambu di Bogor ditebang dalam kurun lima tahun terakhir. Padahal, katanya, kehidupan masyarakat Indonesia tidak lepas dari budaya bambu, mulai dari keperluan bahan baku rumah hingga makanan.
Jatnika Nanggamiharja

• Lahir : Cikidang, Sukabumi, 2 Oktober 1956 • Istri : Marsidah (33) • Anak :1. Samsul Fajri2. Sundari (almarhum)3. Ratu Pertiwi4. Karisma Nusanagara5. Salmah Maksum6. Banjar Kaspaya • Pendidikan : - SD IV di Cibadak, Sukabumi - SMP I Cibadak, Sukabumi - SMA 424 Cibadak, Sukabumi - Kuliah Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta • Pengalaman Organisasi : - Ketua Paguyuban Perajin Bambu Kidang Kencana (1974-sekarang) - Pengelola atau Ketua Harian Yayasan Bambu Indonesia (1995-sekarang) - Ketua Pembina Senam Pencak Silat Cimande Hijaiah (2010-sekarang) • Penghargaan (antara lain) :Pembuat rumah bambu tradisional terbanyak dari Ikatan Arsitek Indonesia (2009)

Jatnika, dengan Bambu Menembus Dunia
Penulis : | Jumat, 18 Februari 2011 | 15:32 WIB
http://stat.k.kidsklik.com/data/2k10/kompascom2011/images/icon_dibaca.gif
Dibaca: 884


TERKAIT:
KOMPAS.com - Dari bambu, Undagi Jatnika Nagamiharja yang juga Ketua Yayasan Bambu Indonesia mampu melanglang buana, mulai dari ke hampir seluruh wilayah Indonesia hingga mancanegara. Lelaki kelahiran Sukabumi, Jawa Barat ini populer dengan rumah bambu buatannya. Ia sudah membangun 3.441 rumah bambu di Indonesia dan negara lain.

Bambu sudah menjadi bagian hidup dari Undagi Jatnika Nagamiharja. Dari tanaman rumpun ini, namanya terkenal sampai ke mancanegara. Dari bambu pula, ia memperoleh sumber penghidupan.
Jatnika memulai bisnis bambu sejak 1996. Dia mewarisi ilmu sang ayah yang berprofesi sebagai perajin anyaman dan mebel bambu. Pertama kali menjalankan usaha, Jatnika hanya membuat anyaman dan mebel bambu.

Sekarang, Jatnika juga membuat rumah bambu. "Saya masih memproduksi mebel untuk desain interior rumah bambu yang saya buat," katanya.
Mebel-mebel bambu buatan Jatnika sudah menembus pasar ekspor, seperti Spanyol, Amerika Serikat, Taiwan, dan Jerman. Begitu juga dengan rumah bambu bikinannya.

Itu sebabnya, Jatnika mengatakan, rumah bambu punya prospek yang cerah. Selain memiliki pangsa pasar luas, perajin rumah bambu masih sedikit. Makanya, pesanan rumah bambu yang terus mengalir.
Sampai saat ini, Jatnika sudah membangun 3.441 rumah bambu di seluruh Indonesia. Mulai dari rumah tinggal, rumah peristirahatan, rumah makan, gazebo, sampai musala. Di pasar ekspor, rumah bambu buatan Jatnika sudah berdiri di Malaysia, Brunei Darusssalam, Arab Saudi, serta Uni Emirat Arab.

Salah satu faktor yang menyebabkan banyak orang memesan rumah bambu ke Jatnika adalah daya tahan buatannya. Aneka rumah bambu buatan Jatnika bisa bertahan hingga 30 tahun.
Keawetan rumah bambu bikinan Jatnika berkat proses penebangan hingga perendaman bambu. Karakteristik rumah bambu yang tahan gempa juga menjadi alasan orang berminat memiliki bangunan tersebut.

Setiap bulan, pesanan yang datang ke Jatnika sebanyak 20 rumah bambu. Namun, ia hanya mengerjakan dua pesanan setiap bulan. Tujuannya untuk menjaga kualitas rumah bambu buatannya. "Kalau hanya memikirkan keuntungan, bisa saja saya ambil semuanya, tapi nanti kualitasnya tidak bagus," ujarnya.

Jatnika memang tidak hanya mengejar keuntungan semata, namun juga kepuasan batin. Apalagi, sejak 1995, dia dipercaya menjadi Ketua Harian Yayasan Bambu Indonesia yang didirikan oleh istri mantan Wakil Presiden Try Sutrisno.

Selain untuk melestarikan bambu, yayasan ini juga dibentuk untuk mengembangkan dan memanfaatkan bambu Indonesia. Para perajin pun dilatih untuk mengenal produk-produk kerajinan yang bisa dihasilkan dari bambu.

Sebab, banyak sekali produk kerajinan yang bisa dibuat dari bambu. "Ada ribuan jenis. Untuk alat musik saja ada sekitar 41 jenis yang bisa dibuat dari bambu, seperti angklung dan suling," kata Jatnika.
Makanya, pelestarian bambu wajib hukumnya. Pada 1997, Yayasan Bambu Indonesia melakukan penanaman bambu di lahan seluas 11,5 hektare milik Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bambu yang ditanam tak hanya satu jenis, namun beraneka macam. Karena, lahan ini juga berfungsi sebagai museum bambu.

Yayasan ini juga giat melakukan penyuluhan penanaman bambu di lahan milik warga yang ada di daerah Pelabuhan Ratu, Sakawayana, dan Cikedang, Kabupaten Sukabumi. Yayasan Bambu Indonesia pun menjadi pelopor dalam upaya penanaman anggota subfamilia rumput ini di sepanjang bantaran Kali Ciliwung Cisadane, Krukut, Grogol, dan Pesanggrahan. Soalnya, "Bambu bisa sebagai penahan tebing, penahan erosi serta juga penghimpun air," ungkap Jatmika. Selain semua manfaat itu, penulis buku Rumah Bambu: Aksitektur Khas Jawa Barat ini menambahkan, bambu bisa menjadi obat untuk bermacam penyakit termasuk penyakit liver. (Dharmesta/Kontan)